Rabu, 09 Mei 2012

sekadar selingan


Proses membuat Karya sastra ke cerpen dan esai

Saya   mendapatkan informasi bahwa novel cantik itu luka dicetak kembali pada tahun 2012  ini. saya kemudian tertarik untuk membacanya. Saya meminjam novel tersebut dari seorang teman. Novel ini membuat saya tertarik karean penulisnya adalah Eka Kurniawan, orang yang menulis buku Pram dan Realisme Sosialis. Saya ingin mengetahui apakah Eka meniru gaya Pram dalam bercerita. Membaca novel ini saya menemukan beberapa hal yang membuat Eka mirip dengan seorang Pram. Ia menceritakan sejarah yang dimana ia belum lahir, seperti Pram pada bumi manusia yangg menceritakan sejarah dimana ia belum lahir.  Menceritakan sosok Dewi Ayu di CIL sama dengan sosok Nyai Ontosoroh di novel Bumi Manusia.
Lewat novel yang bergenre feminisme, saya menjadi tahu bahwa setiap detail wanita tidak hanya wanita yang bisa menceritakannya.  Dari novel ini saya menemukan garis besar yaitu dimana sebuah kecantikan bisa menjadi petaka bagi pemiliknya. Padahal, wanita pada dasarnya sangat suka jika dikatakan cantik. Saya sempat berdiskusi dengan seorang teman, mengapa wanita Indonesia sekarang tidak bangga dengan segala yang ia punya terutama dalam hal fisik. Saya kemudian mencoba menghubungkan novel CIL ini dengan pandangan “cantik “ wanita Indonesia.
 Membaca CIL ini juga saya jadi teringat dengan seorang teman saya yang bernama Ayu Sukmawati, kemudian saya membuat cerita tentangnya isertai imajinasi tentangnya. Saya pertama membuat cerpen dengan gaya saya sendiri, akan tetapi banyak yang mempengaruhi gaya menulis saya, cerpenis seperti Nukila Amal, Seno, Triwiyanto, Agus Noor, Pringadi,  Ayu utami, Djenar, Afrizal Malna,  Komang Ira, bahkan Eka Kurniawan sendiri. Menulis cerpen memang tidak mudah, masih banyak kekurangan dalam cerpen saya, mungkin pada penokohan, watak, alur, amanat, ataupun dari segi pemilihan kata. Terus terang saya masih belajar untuk menulis. 
Dalam membuat esai saya sempat bingung, karena apakah harus memakai teori, saya mencoba menelisik novel CIL ini dari sisi sejarah, yaitu pengaruh poskolonial. Ditilik dari latar belakang penjajahan Jepang, tentu novel ini sangat kentara menganut poskolonial.  CIL ini juga mengungkapkan sisi feminis, oleh karena itu saya kemudian membubuhkan feminism kedalam esai ditambah dengan persepsi cantik wanita Indonesia. Agaknya dominasi dari karya saya memang feminisme terutama ditilik dari sisi” cantik”. Esai saya tampak amburadul dan sepertinya kurang menarik. Akan tetapi, saya jadi mengerti memang benar membaca adalah sarana untuk menulis. Semakin banyak membaca akan membuat seseorang tergerak untuk membuat karya yang sama bahkan untuk membuat karya yang lebih hebat. Tiada gading yang tak retak, manusia tidak ada yang sempurna. Tuhan tidak mengharuskan kita menjadi yang terbaik, tetapi melakukan yang terbaik.

1 komentar:

  1. cantik orang sastra lebih luas pengertiannya; tetapi cantik bagi awam ya seperti pemilik blog ini:)cantik.

    BalasHapus