Selasa, 08 Mei 2012

kembang desa


Kembang Desa
Saat Wak Sapar mengumandangkan adzan subuh, Marni telah terjaga dari tidurnya.Tampaknya ia gelisah, ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa terlalu lama memejamkan mata. Ia kemudian bangkit, mengambil air wudhu, dan kemudian bersembahyang subuh. Khusuk. Ada doa khusus yang ia panjatkan kepada Sang Pencipta.
.Saat ayam jantan belum bersiap berkokok, ia sudah berdandan di depan cermin kesayangannya. Pagi itu Marni terlihat sumringah. Gadis dua puluh tahun itu tampak berbinar, bening  layaknya embun yang menetes di pucuk-pucuk daun. Wajah ayunya tampak makin berpendar seperti matahari pagi yang menyemburatkan pesonanya di ufuk timur. Rambut hitam berombaknyanya tak tampak, tertutupi kerudung berwarna merah marun polos, dipadukan dengan kebaya berwarna merah dan bawahan jarik bermotif kawung. Jika dilihat dengan seksama, ada saputan tipis bedak di wajahnya yang mempunyai tahi lalat di pipi kirinya, mempertegas cambang-cambang halus di sekitar wajahnya. Bibirnya yang bagaikan delima merah merekah, lebih kelihatan merah karena dilapisi gincu.  Tampaklah kecantikan dan keluwesannya dengan dandanan sederhana. Tak  perlu memakai blushon, mascara, eyeliner,atau harus memakai baju yang mahal rancangan desainer terkenal seperti artis- artis ibukota. Jahitan Yu Sri saja sudah mampu membuatnya seperti sekuntum bunga mawar yang baru mekar. Mempesona.
Marni masih mematut di depan cermin, melenggak-lenggokkan badannya, memutar kekiri-kekanan, sesekali ia tersenyum, menyunggingkan senyum bulan sabitnya, memunculkan dua lesung di kedua pipinya, mata kejorannya memancarkan kebahagiaan yang lebih dari biasanya. Marni yang seorang kembang desa akan dilamar Mas Slamet , kekasihnya yang baru saja diangkat menjadi PNS di Kecamatan Gombong. Kedua sejoli itu memang telah merajut kasih sejak lama dan hari ini Marni akan disunting oleh lelaki yang amat ia cintai itu. Pasangan yang serasi, yang satu ganteng dan mapan, yang satu cantik dan pintar, walaupun dirinya sendiri hanya lulusan Madrasah Aliyah. Akan tetapi, bukankah bagi perempuan yang sudah menikah hanya cukup tahu urusan masak, macak, dan manak? Marni  merasa sudah cukup menguasainya.

“Ah sebentar lagi aku akan jadi istri seorang PNS, jadi ibu,j adi seorang perempuan yang selalu menguatkan suami dan akan selalu bersama sampai ajal menjemput.”.
Tidak hanya Marni yang sibuk berdandan ibunya, Nini Sum dan  bapaknya, Kaki Ali sudah tampak rapi jali. Beberapa orang tetangga tampak sibuk didapur mempersiapkan hidangan untuk tamu istimewa yang akan datang, saudara-saudara Marni yang dianggap tampak berkumpul di balai-balai sambil mengobrol ngalor-ngidul  tidak ketinggalan tampak bersliweran beberapa orang pemuda desa di halaman rumah, penasaran, kembang desa yang sering mereka goda  dengan tatapan nakal, akan segera dipinang oleh lelaki lain. Pagi itu suasana desa Wanakriya cerah dan cuaca bersahabat, seperti mengisyaratkan kebahagiaan yang Marni rasakan saat ini.Kicau burung  ciblak yang bersahut-sahutan, udara yang sejuk, matahari yang memancarkan kehangatan, dan angin sejuk yang berhembus seolah ikut menyambut kebahagiaan Marni.
Semua warga desa tampak bersuka cita. Kembang desa mereka yang cantik dan santun akan segera disunting. Hanya satu orang yang tampak murung atau lebih tepatnya tidak suka bila Marni bersanding dengan seorang lelaki di pelaminan. Dia Odah. Kakak kandung sang kembang desa, yang pada usia tiga puluh lima belum juga bersuami. Bukan karena tidak cantik, juga bukan karena tidak laku, tetapi kabarnya ia pernah menolak seorang bandot tua dari desa sebelah yang hendak mempersuntingnya menjadi istri ketiga. Kejadian aneh terjadi setelah penolakan tersebut, jika ada orang yang Odah suka, maka orang itu tidak menyukai Odah,  begitu pula sebaliknya.Tidak ada yang pernah bisa menyatu dengannya. Puluhan orang pintar pun sudah didatangi, tetapi hasilnya nihil. Rahasia umum yang tetap terjaga sampai sekarang.
Waktu berjalan merambat seberti sulur pohon labu dibelakang rumah, dan kejadian itu sudah berlangsung selama hampir sepersepuluh abad. Orang- orang sudah banyak yang melupakan petaka itu. Bagi mereka, Odah  hanya mantan primadona yang sudah tergantikan pesona Marni, saudara sedarah dagingnya sendiri.
Pagi ini dada Odah bergemuruh, terasa sesak, ia menerawang jauh,akhirnya tiba waktunya dirinya dipermalukan sejadi-jadinya. Peristiwa paling memilukan dihidupnya akan kembali diungkit-ungkit banyak orang. Adiknya melangkahi dirinya yang masih lajang atau bahkan lajang selamanya.
”Apa yang mesti dilakukan? Mengagalkan semua ini?Sepertinya tidak mungkin. Aku menyayangi Marni, tapi rasa malu yang aku  tanggung jauh lebih besar. Aku tak mau jadi perawan tua sendirian.”
Tiba-tiba Odah tersenyum licik, setan telah menang, ia tahu apa yang mesti ia perbuat. Segeralah ia bangkit, mandi, dan mematut diri, mencari-cari kebaya berwarna merah menyala, memakai bawahan kain bermotif kawung seperti yang adiknya kenakan. Wajahnya ia lapisi dengan bedak, tidak terlalu tebal tapi merata, bibirnya yang mirip Marni ia tindihi dengan lipstik berwarna merah menyala, disemprot-semprotkan minyak wangi di seluruh tubuhnya. Di ketiak, bawah leher dan bagian belakang tubuhnya ia semprot. Ia berputar, berkacak pinggang, berlenggak-lenggok dan kemudian tersenyum di cermin.
“Ternyata aku masih cantik, Rasanya sudah lama aku tidak berdandan, tidak merawat tubuhku ini, Ah, bandot tua sialan telah merampas kebahagiaanku, padahal aku cantik dan aku pernah kembang desa, badanku juga lebih tinggi dan indah dibanding Marni, kalau hanya PNS kecamatan sih, kecil.”
Odah pun keluar dari peraduannya, melangkahkan kakinya menuju kamar adiknya.Ia membuka pintu perlahan,ia melihat adiknya masih sibuk membenahi dirinya. Semua orang dirumah seolah tidak peduli dengan apa yang Odah perbuat. Mereka terlarut dalam hari bahagia untuk Marni.
“Wah, Nduk,ayu tenan.”
“Mbakyu, ngageti,Mbakyu tampak cantik sekali hari ini, mirip Vony cornelia.”
“ Halah, Bisa saja kamu Nduk aku mau bicara sesuatu.”
“Apa to Mbakyu?”
Odah diam sejenak, kemudian berdehem untuk melancarkan bicaranya.
“Kamu tahu kan Nduk? aku belum menikah, sebentar lagi kamu akan menikah, berarti kamu melangkahi aku. Dalam adat desa, kamu harus membayar denda kepadaku sebagai yang dilangkahi, jika tidak sesuatu yang tidak baik akan terjadi pada rumah tanggamu kelak.”
Mbakyu saya tidak tahu menahu tentang adat itu, tapi  Marniakan berusaha mematuhinya. Lebih baik kita bicarakan nanti Mbakyu dengan ibu dan bapak juga saudara-saudara kita.
Suara gemuruh dari kendaraan bermotor tiba-tiba menghentikan pembicaraan mereka
.“Dengar itu,sepertinya rombongan Mas Slamet sudah datang.”
Marni sebenarnya ingin menghindari percakapan itu, ia bergegas  pergi ke balai-balai rumahnya untuk bergabung dengan sanak saudara disana, tetapi  perasaan resah selalu menyelimutinya. Mbakyunya pasti malu kalau ia menikah lebih dulu,tapi ini semua takdir, takdir juga yang menyuratkan kakaknya belum menikah sampai sekarang dan takdir pulalah yang membuat ia melangkahi kakaknya. Marni tetap terhanyut oleh perasaan serba bingungnya.Antara bahagia dan juga status dirinya sebagai wanita pelangkah.
Sejenak Marni menepis kegelisahannya.Sang Pangeran beserta calon mertuanya datang membawa seserahan untuk melamar Marni. Mas slamet tampak tampan memakai kemeja batik berwarna biru tua, wajahnya sesekali menyunggingkan senyum pada Marni, jenggot pendek yang sengaja dipelihara menambah ketampanannya, terlihat macho. Rambutnya baru dipotong seperti model potongan anggota TNI, Mas Slamet memang agak mirip dengan Adjie Massaid.
Marni terperangah, suasana hening, yang terdengar adalah suara kekasihnya   mengutarakan keinginan untuk melamarnya, pipi Marni mulai bersemu merah, tersipu malu sambil mengiyakan ajakan  kekasihnya untuk menikah. Semua yang hadir mengamini. Para orang tua berembug, tanggal bahagia pun segera ditetapkan,yang baik menurut hari pasaran orang Jawa dan apa-apa saja yang harus dipersiapkan untuk pernikahan mereka.
Kebahagiaan Marni tidak berlangsung lama, Setelah keluarga Mas Slamet pulang.Odah mengumpulkan semua anggota keluarga.
“Agaknya semua telah berkumpul disini. Maaf sebelumnya, saya mungkin telah lancang berbicara seperti ini dihadapan kalian. Akan tetapi, saya perlu mengatakan ini, saya tidak mau sesuatu terjadi dengan pernikahan Marni  kelak, karena sumbernya adalah saya sendiri.”
Odah berhenti sejenak, mengambil nafas panjang dan menelan ludah untuk membasahi kerongkonganya yang kering. Dahinya tampak berkeringat.
“Disini saya akan menjelaskan maksud saya mengumpulkan Uwak, Paman, Bibi dan orang tua saya serta Marni. Saya meminta denda atas pernikahan Marni, sebagai wanita yang dilangkahi oleh adik saya dalam pernikahan. Saya sendiri belum menikah, untuk menghormati adat desa kita,  saya terpaksa berbuat seperti ini.”
Wajah Odah tampak menjijikkan dimata Marni, ia tahu Mbakyunya hanya tidak ingin menjadi perawan tua. Akan tetapi ia bisa apa, adat tetaplah adat, harga mati. Marni hanya bisa memasang tatapan memelas pada orang tuanya. Akan tetapi, mereka tak bergeming. Nini Sum sebagai ibu yang peka agaknya tahu perasaan kedua anaknya, mulai angkat bicara.
Nduk, Odah, denda apa yang kau minta dari adikmu sebagai bayaran dia melangkahimu?”
“Ah Mbok, Odah hanya minta denda yang mudah, Aku hanya minta dicarikan calon suami oleh Marni, setelah itu ia bisa menikah dengan tanpa halangan suatu apa.
“Sudah kau pikirkan masak-masak permintaanmu itu, Nduk?”
“Tentu, Mbok, bukankah permintaan saya tidak terlampau menyusahkan Marni?”
Marni menahan amarah. Napasnya naik turun. Ia menatap mbakyunya dengan mata membelalak. Tangannya gemetar.
Mbakyu, tapi bagaimana aku bisa mencarikan calon suami secepat itu? pernikahanku satu bulan lagi tanggal sudah ditentukan, apakah harus diundur oleh keinginan gilamu itu? Sekarang bagaimana aku mencarinya? Tak mungkin bisa aku beli laki-laki dengan uang! Mencari laki-laki untuk suamimu tentu sangat sulit, apalagi kau sudah tua mbakyu!”
Geraham Odah gemerutuk, tega-teganya Marni menyebut  kata “tua” di hadapannya. Odah segera menguasai perasaanya, ia yakin akan menang.
“ Itu urusanmu, kalau  mau menikah, carikan aku calon suami!”
Suasana hening, yang terdengar adalah isak tangis Marni, orang tua Marni hanya bisa pasrah. mereka tidak sampai hati kepada Odah, hampir setiap hari mereka mendengar isak tangis saadah, meratap, merutuk kebodohan dirinya, dan mengutuk lelaki yang telah membuatnya seperti ini, mereka takut kehilangan, setelah beberapa tahun silam pernah memergoki meminum baygon cair, sebagai  puncak atas kekecewaannya. Marni memang wanita pelangkah dan kali ini ia harus mengalah pada adat.
Wak Sikem, kakak perempuan Nini Sum membuka suara memecah keheningan yang terasa ganjil itu.
“Baiklah, kami sudah sepakat akan membantumu mencari calon suami bagi Mbakyumu, kamu jangan nangis cah ayu, sing sabar.”
***

Malam berganti siang, siang berganti malam Waktu berjalan amat tergesa, tak mau berhenti barang sebentar, terus melaju tanpa tujuan pasti. Sudah lima belas tahun berlalu, rumah-rumah di desa Wanakriya tampak semakin padat. Jalan setapak kini telah diaspal dan tidak akan becek jika hujan datang. Sawah-sawah yang dulu ditanami padi kini telah diduduki oleh bangunan rumah orang-orang pendatang dari kota, bahkan tampak sebuah Alfamart bertengger di sudut desa yang kini mulai ramai. Akan tetapi desa ini masih memiliki keistimewaan yang sepertinya takkan lekang oleh gerusan waktu.

Jika kau pendatang baru,  setiap akan kau lihat seorang wanita berusia sekitar tiga puluh lima tahun berjalan kesana kemari tanpa alas kaki, memakai kebaya berwarna merah yang mulai koyak dan tampak kumal, memakai  jarik motif kawung yang sobek disana-sini, dan kerudung merah marun  pudar  bertengger tidak beraturan di kepalanya membuat  sebagian rambutnya mengintip, tampak sangat lusuh, bau tak sedap segera tercium  tatkala kau mendekatinya.Giginya kuning kehitaman, walaupun begitu sisa-sisa kecantikan masih tampak di wajahnya yang dekil. Tubuhnya ceking, tinggal tulang diselimuti kulit. Maklum, ia hanya makan jika ada warga desa yang berbaik hati memberikannya makan.
“ Wah sayang ya, kalo ndak gila sudah tak pek bojo.”
“Odah pasti masuk neraka jahanam membuat gila saudara kandungnya.”
Eman-eman, kasihan sekali nasibnya padahal cantik pinter lagi”, “Mbakyu orak ngutek iku jenenge.”
Anak-anak kecil suka mengikutinya,sembari mengolok-oloknya. Jika Marni akan memutar badannya, mereka akan lari tunggang langgang  menjauhi si Gila, dan hati-hati, jika kau seorang laki-laki dewasa, kau akan di seret-seret untuk menuju rumahnya. Ia akan berteriak dan tertawa kegirangan.
 “Ayolah, Mas, kamu harus jadi suami Yu Odah, biar aku segera menikah dengan Mas Slamet, liat aku sudah dilamar, ini cincinnya, sebentar lagi akan jadi istri seorang PNS, kamu mau kan menikah dengan mbakyuku yang cantik itu? dia kan juga mantan kembang desa Wanakriya.”
Ia akan tertawa setelah mengatakan semua itu, menangis ketika orang orang-orang mengatakan Mas Slametnya telah berkeluarga, dan bergegas berlari kecil  kembali memutari desa. Pada malam hari ia tidur di sebuah gubuk tua bekas penjual pecel yang sudah lama ditinggalkan pemiliknya.
Takdir berkata: Mas slamet yang ia cintai memilih  menikah dengan perempuan lain setelah mendengar  keinginan gila  Mbakyu Marni. Ia memilih mundur, memutuskan secara sepihak dan tentu saja membuat Marni terguncang jiwanya. Ia mengurung diri di kamar selama seminggu, mengamuk, tertawa  kemudian menangis. Aksi yang terakhir Marni adalah keluar rumah dan resmi  menjadi wong gemblung anyaran. Ia tak pernah kembali kerumah,  mungkin di benaknya hanya ada satu tujuan, calon suami untuk Mbakyunya.  Siapa pula yang bisa membaca pikiran orang gila, bahkan Gusti Pangeran membebaskan mereka dalam beribadah karena telah kehilangan akal. Pada dasarnya manusia adalah hewan berakal, kalau akalnya hilang kau tentu tahu ia akan menjadi apa, tanpa perlu kusebut.
            Sang kakak,Odah sudah menjadi onggokan tulang di kuburan Wanakriya. Kabarnya gantung diri dengan setagen pada malam Jumat Kliwon, beberapa hari setelah Marni pergi dari rumah dan dinyatakan sudah tidak waras lagi, mungkin merasa bersalah pada Marni atau bisa jadi malu tetap menjadi perawan tua yang tidak pernah mencicipi rasanya berkeluarga. Pasangan suami istri yang sudah tua, Nini Sum dan Kaki Ali hanya bisa pasrah menerima semua, tetap melakukan segala sesuatu seperti biasa, seperti  belum punya anak. Suatu saat pasangan itu  tentu akan menyusul Odah, menjadi onggokan tulang, dilupakan dan cerita tentang keluarga mereka  yang menyedihkan sekaligus memalukan, akan menjadi cerita turun temurun desa Wanakriya yang mulai ramai oleh pendatang dari kota. Pasangan tua itu hanya berharap Marni kembali dan membawa apa yang dicari, ah khayalan yang sampai kapanpun tidak akan pernah kesampaian.
***
Ketika kau mendengar kisah ini, tolong jika kau perempuan jangan sekali-kali menolak lamaran bandot tua, dan bayarlah denda yang diminta kakakmu, jika kau melangkahinya dalam sebuah pernikahan. Jika kau punya sifat dengki, jangan sesekali mempersulit saudaramu atau kau akan menyesal dan keadaan akan memaksamu mengakhiri hidup dengan tragis seperti : gantung diri dengan setagen. Kau tentu tidak mau jadi penerus nasib kedua perempuan ayu itu kan? Dan jika kau laki-laki, tolong ya, jangan serakah kalau melihat wong wedok ayu! Cantik itu bisa membawa luka. Gila. Stress,dan bahkan kematian paling memilukan sekalipun.
Ketika aku menceritakan ini padamu, dari kejauhan sayup-sayup terdengar lagu campur sari Kusuma Ningati mengalun dari speaker raksasa Pak lurah Wanakriya,rupa-rupanya ia sedang menggelar resepsi pernikahan anak perempuannya dengan seorang PNS yang kebetulan bernama Mas Slamet.


Kusuma ningati
Duh wong bagus kang tak anti-anti
Mung sliramu bisa gawe tentrem ing atiku
Mbiyen nate janji tak ugemi ora baka lali
…………………………………………….
Pak lurah membuat benteng pertahanan yang kuat.Terlihat banyak satpam berjaga-jaga di resepsi pernikahan anak pak lurah, untuk bersiaga bila ada hal yang tidak dinginkan terjadi. Seperti: Orang gila yang berjenis kelamin perempuan, masuk ke resepsi pernikahan putri pak lurah dan menyeret mempelai pria yang kebetulan bernama Mas Slamet dan memaksanya menjadi Calon Suami Mbakyunya!

Jogjakarta 28-03-2012
Untuk ibunda tercinta, Dyah Murtiningtyas

. Keterangan:
Wak                :   sebutan orang jawa untuk kakak dari ibu atau ayah
Jarik                : selendang yang fungsinya seperti rok.
Kawung          :   sejenis motif batik
masak, macak, dan manak : memasak, berdandan, dan melahirkan
Cah                 :  nak
Mbakyu, yu    :   panggilan untuk kakak perempuan
Nduk               :   panggilan untuk anak perempuan
Mbok              :   ibu
Nini, kaki       :   nenek, kakek
Tak pek bojo   :  diambil untuk menjadi  istri
Eman-eman  : sayang
Mbakyu orak ngutek iku jenenge: kakak perempuan yang tidak punya pikiran itu namanya
Wong gemblung anyaran : orang gila baru
Wong wedok ayu : perempuan cantik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar