Dampak
Penggunaan Bahasa Alay pada Remaja Indonesia
Oleh : Kusuma Wardani
Penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar mulai tergusur oleh munculnya bahasa alay, hal ini tampak jelas pada bahasa
lisan dan tulis yang sering digunakan oleh masyarakat kita, khususnya
dikalangan remaja. Remaja Indonesia kesulitan berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kesulitan tersebut terjadi karena adanya
penggunaan bahasa baru yang mereka anggap sebagai sebuah kreativitas. Bahasa
yang mengandung sandi-sandi tertentu dan sekarang dirasa wajar muncul dari
beberapa kalangan yang menggunakan bahasa prokem.
Bahasa prokem adalah bahasa yang
digunakan oleh sekelompok orang dan hanya dimengerti oleh mereka. Bahasa prokem
yang sekarang ini sedang menjadi tren di
Indonesia terutama pada kalangan remaja adalah bahasa alay, jika tidak menggunakannya, mereka takut dikatakan ketinggalan zaman atau tidak gaul.
Remaja pada umumnya
telah melupakan bahkan tidak mengetahui kaidah EYD
dalam membuat sebuah karangan, kalimat, atau bahkan menuliskan sebuah kata.
Mereka tidak mengerti bagaimana menulis lambang bilangan, penggunaan kata yang
tidak baku, ataupun menggunakan akronim yang benar. Ironis, seharusnya mereka
mampu menggunakan kaidah yang benar dalam menulis karena bahasa Indonesia adalah
bahasa bangsa kita. Pelajaran bahasa Indonesia sendiri pun telah diajarkan
sejak TK. Apakah fenomena yang sedang terjadi pada penggunaan bahasa Indonesia
pada remaja saat ini?
Bahasa adalah kode yang merupakan gabungan
fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa merupakan
alat yang sangat tidak memadai untuk berpikir dengan tertib dan untuk
melahirkan pendapat (C.P.F.Lecoutere, L. Grootaers). Munculnya bahasa alay merupakan ancaman yang cukup serius
pada penggunaan bahasa lisan dan tulis. Terkadang penggunaan bahasa lisan tidak
terlalu disorot, karena merupakan bahasa percakapan sehari-hari, meski demikian
pada situasi formal penggunaan bahasa lisan yang kurang baik akan menimbulkan
kesan kurang baik pada penggunanya. Seseorang terbiasa menggunakan elo, gue akan cenderung sulit menggunakan
kata saya, anda. Banyak Remaja yang lancar dalam penggunaan bahasa alay, tetapi kesulitan dalam berbahasa
Indonesia. Contohnya, mereka lebih nyaman memakai kata Bonyok(bokap,nyokap) yang berarti ayah dan ibu, kemudian ada lagi
penggunaan kata dimana menjadi dimandose.
Munculnya SMS (Short Message Service) dirasa menjadi cikal munculnya bahasa tulis
yang menyimpang. Bermula dari kata-kata yang disingkat, akhirnya menimbulkan
singkatan kata yang menyimpang dari kata yang dimaksud. Munculnya jejaring
sosial seperti friendster, facebook, dan twitter, mendorong kian maraknya
penggunaan bahasa alay di Indonesia, karena dari jejaring sosial tersebut juga muncul
kosakata baru.
Ini adalah gambaran tentang
bahasa tulis yang sedang menjadi tren pada remaja Indonesia :
1. Menggunakan angka untuk
menggantikan huruf. Contoh: 4ku ciNT4 5 K4moe (Aku cinta kamu).
2. Kapitalisasi yang sangat berantakan.
Contoh: IH kAmOE JaHAddd (ih kamu jahat)
3. Menambahkan “x” atau “z” pada
akhiran kata atau mengganti beberapa huruf seperti “s” dengan dua huruf
tersebut dan menyelipkan huruf-huruf yang tidak perlu serta merusak EYD atau
setidaknya bahasa yang masih bisa dibaca. Mengganti huruf “s” dengan “c”
sehingga seperti balita berbicara. Contoh:, “xory ya, becok aQ gx bica ikut”.
Penggunaan bahasa alay dapat mempersulit penggunanya untuk
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Padahal, di sekolah atau di tempat
kerja, kita diharuskan untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Dengan dibiasakannya seseorang menggunakan bahasa alay, maka dapat menyulitkan diri sendiri, misalnya dalam membuat tulisan ilmiah seseorang akan
kesulitan menulis karena telah terbiasa menggunakan bahasa alay, dan yang lebih memprihatinkan lagi sampai saat ini belum ada
yang pernah mencapai nilai sempurna dalam UN (Ujian Nasional) untuk mata
pelajaran bahasa Indonesia.
Dampak negatif lainnya, dapat
mengganggu siapa pun yang membaca dan mendengar kata-kata yang termaksud di
dalamnya, karena tidak semua orang mengerti akan maksud dari kata-kata alay tersebut. Terlebih lagi dalam
bentuk tulisan, sangat memusingkan dan memerlukan waktu yang lebih banyak untuk
memahaminya. Melihat dampak yang cukup mencengangkan ini apa yang
sebaiknya dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif penggunaan bahasa alay ini?
Yang pertama,
sebaiknya guru-guru bahasa Indonesia di sekolah lebih menekankan lagi bagaimana
cara penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut EYD.
Yang kedua, pada
saat berkomunikasi kita harus bisa membedakan dengan siapa kita berbicara, pada
situasi formal atau nonformal. Dengan ini kita bisa menyeimbangkan penggunaan
bahasa dengan baik agar bahasa alay
tidak mendominasi kosakata yang kita miliki.
Yang ketiga,
mengurangi kebiasaan mengirim pesan singkat dengan tulisan yang aneh.
Seperti singkatan kata yang menjadi “yg” dan bukan “yank”, disamping mudah membacanya akan lebih efisien waktu
dan tidak membuat si penerima pesan merasa kebingungan membaca tulisan kita.
Yang keempat,
banyak membaca tulisan yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Artinya di dalam buku tersebut terdapat tulisan yang formalitas dan sesuai
dengan kaidah yang berlaku. Misalnya
wacana, berita, ataupun informasi dalam surat kabar.
Yang kelima,
sebaiknya kita rajin membaca KBBI, karena banyak kosakata bahasa Indonesia yang
sudah banyak dilupakan. Ini adalah salah satu wujud bangga terhadap bahasa kita.
Sebaiknya
bahasa alay dipergunakan pada situasi
yang tidak formal seperti ketika kita sedang berbicara dengan teman atau pada komunitas yang mengerti dengan sandi
bahasa alay tersebut. Kita boleh
menggunakannya, akan tetapi bahasa utama kita tetap bahasa Indonesia.
Bahasa
menunjukkan bangsa, pemakaian bahasa yang baik dan benar akan mencerminkan
bangsa kita. Walaupun bahasa alay tidak menjadi bahasa yang menggantikan
bahasa Indonesia, tetapi lebih baik penggunaan bahasa ini dikurangi, karena
dilihat dari kenyataan saat ini, bahasa alay
membuat masyarakat Indonesia kian kehilangan ciri kebahasa-Indonesiaanya.
Siapa lagi yang bangga dengan bahasa Indonesia jika bukan kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar